Selasa, 21 September 2010

Sintua adalah Mitra Pendeta

Pada suatu gereja (Lutheran) seperti HKBP, sintua sebagi sebutan untuk seorang penatua. Seorang Sintua dalam gereja harus mampu melayani anggota jemaat gereja dan menjadi panutan. Ia diberi hak untuk memberitakan injil seperti seorang pendeta, akan tetapi dia harus berkumpul dan bermusyawarah dengan sintua lain dalam suatu sesi yang disebut sermon, di mana dibahas tentang apa yang akan dikhotbahkannya dalam suatu kebaktian di gereja.
Dalam Efesus 4:11-15. tertulis: Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untukmemperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
Dari nats di atas terlihat bahwa para partohonan (rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar-pengajar) sebenarnya adalah anggota jemaat yang dikhususkan untuk memperlengkapi jemaat (orang-orang kudus),bagi pekerjaan pelayanan dan bagi pembangunan tubuh Kristus, sehingga ‘orang-orang kudus’ mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.
Efesus 4:11-15 secara prinsip juga memberikan kepada kita konsep dasar bahwa semua jenis tahbisan (tohonan) memiliki tugas yang sama yaitu memperlengkapi jemaat. Dengan kata lain, tugas memperlengkapi jemaat adalah tugas dan tanggung jawab bersama para partohonan.
Pada dasarnya, semua orang Kristen, laki-laki atau perempuan, adalah pelayan dan saksi Kristus di dunia ini (bd. 1 Petrus 2:9). Tetapi untuk memelihara (mangaradoti) pelaksanaan pelayanan di tengah-tengah gereja, Allah – melalui gereja – memanggildan mengangkat parhalado untuk bekerja sesuai dengan tiga jabatan Kristus yaitu nabi, imam dan raja (bd. 1 Korintus 12:28; 1 Timoteus 6:15; Yohanes 1:49). Penampakan ketiga jabatan Kristus itu adalah:
1. mengkotbahkan Kabar Baik di tengah gereja, di dunia ini dan kepada segala makhluk
2. memelihara dan melayankan dua sakramen, yaitu baptisan kudus dan perjamuan kudus
3. menggembalakan warga gereja
4. mengawasi seluruh kegiatan gereja
5. mengajarkan dan memelihara ajaran yang murni
6. menjalankan penggembalaan dan hukum siasat gereja dan menentang ajaran sesat
7. menjalankan pelayanan kasih
8. membebaskan orang dari berbagai kemiskinan dan kebodohan
9. ikut serta melaksanakan pembangunan yang berdasarkan kebenaran dan keadilan, dan menjunjung tinggi nilai manusia selaku citra Allah (Imago Dei)
Selanjutnya …… menurut Agenda dan Aturan Peraturan HKBP 2002
1. 1. mamatamatai (mengamati) ruas
2. 2. mandasdas marminggu
3. 3. maningkir (mengunjungi)/ manangiangkon na marsahit
4. 4. mangapuli angka na marsak, na dangol, na pogos
5. 5. manogunogu (membimbing) sipelebegu/ na so Kristen
6. 6. mangaradoti guguan
7. 7. mangaradoti angka ulaon na ringkot tu Harajaon ni Debata

Kamis, 16 September 2010

AWAL MUNCULNYA JABATAN SINTUA DI HKBP


Secara tradisional orang Batak sudah mengenal jabatan “pangituai ni huta” yang kemudian mempengaruhi pengertian jabatan “sintua” di dalam gereja. Seorang yang memangku jabatan “pangituai ni huta” adalah orang yang dianggap mempunyai “sahala” (wibawa, kuasa, kemahiran, kemewahan) dan itu ditentukan jikalau dia sanggup membangun kampung baru, menang berjudi, menang berperang atau berperkara, mahir bersoal jawab. Hal ini mempengaruhi jabatan “parhalado” sebagai sebutan kepada yang menyandang “tohonan”, “sahala” di gereja HKBP. Dalam pengertiannya “parhalado” itu berasal dari kata “halado” yang berarti melayani, mengurusi, menunggui”.
Dalam dasawarsa pertama tugas seorang sintua sangat berat membantu missionaris, tetapi dengan semakin mantapnya kekuasaan-kekuasaan kolonial maka jabatan itu menjadi suatu ”jabatan yang disukai” karena pada umunya diakui sebagai orang-orang terhormat dan dibebaskan dari kewajiban rodi oleh pemerintahan kolonial (bebas pajak). Dan inilah salah satu alasan atau motif terkuat bagi banyak orang Batak mau menjadi sintua. Pada mulanya para penatua jemaat diangkat untuk dua tahun dan dalam perkembangan selanjutnya jabatan penatua menjadi kedudukan seumur hidup.1)

Tugas Sintua Pada Masa Nommensen


Apakah sebenarnya tugas kewajiban seorang penatua? Setelah Nomensen selesai menyusun sebuah buku peraturan dengan pedoman-pedomannya untuk jemaat-jemaat yang baru didirikan, dia menugaskan para penatua untuk mengamati tingkah laku setiap anggota supaya mereka benar-benar melaksanakan tata kehidupan Kristen sesuai dengan ketentuan yang diaturkan. Dalam hal ini dapat dikatakan para penatua bertugas sebagai kepala puak di kampungnya. Mereka bertugas untuk:
  • Membimbing orang-orang yang mau menjadi Kristen, supaya mereka benar-benar sadar bahwa dia harus tunduk kepada peraturan gereja selama hidupnya dan bahwa hukum ke-kristenan itu jauh berbeda dari hukum-hukum agama suku.
  • Mereka harus mengawasi supaya kebaktian-kebaktian rumah tangga yang sudah ditetapkan berlangsung dengan baik
  • Mereka juga harus mengusahakan supaya semua orang yang menderita sakit dan tidak mencari pertolongan kepada datu mendapat perawatan dan obat-obatan
  • Mereka harus mengamati supaya para wanita tidak menjungjung keranjang atau beban di atas kepala, pergi ke ladang atau sawah pada hari- hari Minggu.
  • Mereka bertugas untuk memberi pertolongan dan penghiburan kepada orang-orang yang tidak berhasil atau menganggap dirinya gagal menjadi orang Kristen.
  • Pada waktu kebaktian berlangsung para penatua duduk di depan menghadap jemaat supaya mereka dapat melihat siapa-siapa yang hadir dan tidak hadir
  • Setiap kejadian yang mengganggu kebaktian dapat mereka lihat dan jauhkan dari ruang kebaktian.
  • Mereka juga harus menjaga supaya anak-anak yang menangis, tanpa mengganggu orang lain dibawa ke luar rumah kebaktian.
  • Dalam kebaktian gereja-gereja lain para penatua duduk diantara pengunjung secara terpencar, namun demikian merekapun bertugas mengamati supaya kebaktian berlangsung dengan baik dan tertib.
Sekali dalam seminggu, semua para penatua akan berkumpul di rumah pendeta atau missionaris untuk membicarakan pekerjaan mereka dalam minggu yang lampau dan untuk megadakan rencana kerja untuk Minggu berikutnya. Dalam kesempatan itu jugalah para penatua dapat meminta petunjuk dan penjelasan tentang kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam pekerjaan mereka. Selain itu dalam pertemuan mingguan itu juga dibahas beberapa bagian dari Alkitab. Pengetahuan yang mereka peroleh dalam pembahasan itu harus mereka beritahukan kepada orang-orang di desa atau sektor masing-masing. Oleh karena pendeta atau Missionaris tidak akan mampu mengunjungi sendiri semua orang sakit mengingat pelayanan-pelayanan lainnya, para penatualah yang disuruh mengadakan kunjungan untuk memperoleh data serta gambaran tentang keadaan norang sakit itu untuk disampaikan kemudian kepada missionaris untuk mendapatkan petunjuk mengenai cara pengobatannya. Untuk para penatua sendiri, kunjungan kepada orang sakit itu akan memberi peluang untuk melakukan tugas perawatan rohani, tidak hanya kepada orang sakit itu sendiri, tetapi juga terhadap anggota keluarga dan sahabat yang hadir di sana. Hidup kerohanian jemaat benar-benar diperhatikan, di jaga oleh para penatua supaya mereka jangan menyembah begu atau datu.
Dengan uraian ini jelaslah apa yang diharapkan Nomensen dari para penatua angkatan pertama yaitu supaya mereka menjadi teman sekerjanya untuk mengerjakan tugas-tugas misi dalam soal perawatan orang sakit dan pelayanan pastoral. Dengan demikian kedudukan penatua dalam pelayanan sangat berarti dalam melaksanakan pelayanan kerohanian anggota jemaat.
Biasanya pada hari Sabtu atau Minggu pagi bila di jemaatnya belum diadakan pertemuan penatua, para penatua pergi ke tempat missionaris untuk melaporkan jalannya pelayanan serta hal-hal yang terjadi di desa atau daerah masing-masing seperti kematian, kelahiran dan soal-soal lain untuk diberitakan dalam berita jemaat pada hari Minggu. Pada hari itu para penatua sama sekali tidak mengurus atau pekerjaan sehari-hari mereka sendeiri.
B. Pemberdayaan Sintua Pada Masa Nommensen
Kendati sudah banyak tugas-tugas yang disebut sebagai tugas penatua, daftar tugas-tugas itu belum seluruhnya disebut. Kunjungan rumah tangga adalah salah satu pelayanan yang dilaksanakan dengan metode berpasangan.
  • Pasangan yang pertama diutus untuk mengunjungi kepala kampung, kepala suku dan penatua yang sudah beberapa waktu tidak datang ke gereja.
  • Pasangan kedua ditugaskan untuk menemui ibu-ibu dan bila perlu memberi peringatan yang keras kepada bagi mereka yang sering melakukan pekerjaan di sawah atau ladang pada hari Minggu
  • Pasangan ketiga diutus untuk menjumpai para pemuda yang menjauhi kebaktian karena merasa takut atau malu atas perbuatan mereka sebagai penjudi, pemaok. Mereka harus ditegur dan dinasihati.
  • Sepasang penatua lain akan mengunjungi gadis-gadis supaya mereka tidak menyianyiakan kesempatan yang tersedia untuk mengejar pengetahuan.
  • Para pedagang juga mendapat giliran untuk dikunjungi memberi peringatan atau nasihat supaya pada hari-hari Minggu mereka tidak berjualan dan sekali-kali jangan memamerkan barang dagangan mereka.
Berkunjung secara berpasangan ini mulai disusun tahun 1908. Dengan demikian penatua merupakan pembantu yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan jemaat. Mereka menyebut mereka sebagai ”tentara keselamatan”. Salah satu tugas ”tentara keselamatan” yang perlu dikemukan di sini ialah mengumpulkan sumbangan atau guguan.
Pada waktu para misionaris menyusun pedoman dan ketentuan yang diuraikan di atas, para penatua masih tetap berada dalam suatu zaman di mana mereka dapat meluangkan waktu yang cukup banyak untuk mengikuti kursus dan pembahasan Alkitab.

Jabatan Penatua di dalam Alkitab

Di dalam Perjanjian Lama dapat dibaca mengani para “tua-tua” yaitu mengenai orang-orang yang dihormati dan berwibawa, yang mempunyai suara menentukan dalam berbagai perkara. Pada zaman Musa para tua-tua Israel mempunyai fungsi resmi sebagai wakil-wakil rakyat. Di samping itu di dalam PL kita temukan tiga macam tua-tua: Para tua-tua yang bertindak selaku wakil-wakil seluruh bangsa itu (Kel 3:16); para tua-tua suatu suku selaku wakil-wakil suku (Hak 11:15); para tua-tua kota sebagai pemuka-pemuka kota (Hak 8: 14).

Di dalam Perjanjian Baru bahasa Batak ditemukan ”sintua” sebagai terjemahan ”presbyter” istilah teknis untuk pemangku jabatan tua-tua jemaat. Disamping “presbyter” juga ada istilah “episkopos” yang diterjemahkan dengan “penilik”. Pada intinya tugas dan kewajibannya sama, (1Tim 5:17,19; Titus1:5). Di dalam Yakobus 5: 14 diuraikan tugas seorang presbyter yaitu mengunjungi orang sakit, berdoa bersama juga memperdulikan, mengindahkan atau memelihara (Kis 20:28). Sifat jabatan ditentukan oleh pola hidup Yesus, yaitu melayani, sama seperti Yesus telah datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani dan memberikan jiwanya (Mark 10:45). Menjadi penatua gereja artinya dipanggil untuk melayani dan itulah sebabnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh Jemaat disebut ”pelayanan” tidak berdasar atas kebaikan atau prestasi diri mereka yang memangkunya. Hal ini juga disampaikan oleh Abineno bahwa jabatan dalam gereja berbeda dengan jabatan dalam negara: ”jabatan dalam gereja lain sekali artinya daripada jabatan negara. Ia bukan derajat dan bukan pangkat. Ia adalah nama yang kita pakai untuk menyebut anggota-anggota jemaat yang mendapat tugas untuk melayani di dalam jemaat. Sebab itu kata ”jabatan” lebih tepat dengan kata ”pelayaan”.3)

Pada hakikatnya Nomensen mengangkat penatua adalah untuk membantu pelaksanaan pelayanan Pekabaran Injil melaksanakan perkunjungan dan melakukan perawatan kepada orang sakit. Di dalam pelayanan gereja setiap hari Minggu tugas parhalado membantu terlaksananya kebaktian yang tenang jauh dari gangguan atau keributan. Demikian juga mengupayakan pelayanan yang berorientasi berbasis jemaat melalui perkunjungan menasihati, menegor dan meneguhkan iman warga jemaat wilayah bila ada perbuatan yang menyimpang dari nilai kehidupan sebagai orang kristen dan bila ada kesusahan warga jemaat.

Pada perkembangan selanjutnya HKBP merumuskan tugas-tugas Sintua yang terdapat di dalam buku Agenda HKBP yang disebut ”pangarimpunan ni ulaon ni Sintua”:

Pangula ni Huria do nasida mamatamatahon dongan angka na pinasahat tu nasida dohot mangaramoti parangenasida. Molo diboto nasida, na hurang ture parange ni manang ise, ingkon pinsangonnasida tu Guru dohot tu Pandita, asa dipature:
  1. Mandasdas donganta tu parmingguan dohot manangkasi alana umabahen na so ro.
  2. Mandasdas anakboru sikola, asa ondop ro.
  3. Maningkir angka na marsahit jala paturehon na ringkot tu nasida dohot nasa na tarpatupasa, ala na rumingkot, pasingothon Hata ni Debata tu nasida dohot tumangiangkonsa.
  4. Mangapuli angka na marsak, paturehon angka na dangol dohot na pogos.
  5. Mangapuli angka sipelebegu, angka parugamo na asing dohot angka na lilu, asa dohot marsaulihon hangoluan na pinatupa ni Tuhan Jesus.
  6. Mangurupi paturehon angka guguan dohot ulaon na ringkot tu Harajaon ni Debata.
Demikianlah sekilas pandang awal dan munculnya jabatan Sintua di HKBP untuk mengupayakan pelayanan, kesaksian dan persekutuan. Dalam hal ini ”Sintua” bukanlah jabatan dalam pengertian sekuler tetapi sesungguhnya adalah pelayanan.