Kamis, 16 September 2010

AWAL MUNCULNYA JABATAN SINTUA DI HKBP


Secara tradisional orang Batak sudah mengenal jabatan “pangituai ni huta” yang kemudian mempengaruhi pengertian jabatan “sintua” di dalam gereja. Seorang yang memangku jabatan “pangituai ni huta” adalah orang yang dianggap mempunyai “sahala” (wibawa, kuasa, kemahiran, kemewahan) dan itu ditentukan jikalau dia sanggup membangun kampung baru, menang berjudi, menang berperang atau berperkara, mahir bersoal jawab. Hal ini mempengaruhi jabatan “parhalado” sebagai sebutan kepada yang menyandang “tohonan”, “sahala” di gereja HKBP. Dalam pengertiannya “parhalado” itu berasal dari kata “halado” yang berarti melayani, mengurusi, menunggui”.
Dalam dasawarsa pertama tugas seorang sintua sangat berat membantu missionaris, tetapi dengan semakin mantapnya kekuasaan-kekuasaan kolonial maka jabatan itu menjadi suatu ”jabatan yang disukai” karena pada umunya diakui sebagai orang-orang terhormat dan dibebaskan dari kewajiban rodi oleh pemerintahan kolonial (bebas pajak). Dan inilah salah satu alasan atau motif terkuat bagi banyak orang Batak mau menjadi sintua. Pada mulanya para penatua jemaat diangkat untuk dua tahun dan dalam perkembangan selanjutnya jabatan penatua menjadi kedudukan seumur hidup.1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar